Hari Ozon Sedunia Credit photo https://pbs.twimg.com/media/COz-aWHWcAAm3Xr.png |
Keanekaragaman hayati (biological diversity) adalah keragaman kehidupan dalam semua bentuk, tingkat, dan kombinasi, yang terbagi atas 3 (tiga) tingkatan, yaitu; keanekaragaman genetik (genetic diversity), keanekaragaman spesies (species diversity), dan keanekaragaman ekosistem (ecosystem diversity). Keanekaragaman hayati merupakan penyumbang jasa terbesar untuk lingkungan yang digunakan sebagai kelangsungan hidup manusia dan berjalannya rantai makanan. Keberadaan keanekaragaman hayati dapat terancam apabila pemanfaatannya tidak memperhatikan lagi kondisi lingkungan hidup dan hanya memperhatikan segi komersialismenya saja.
Punahnya keanekaragaman hayati (biodiversity) selalu hangat dibicarakan karena berdampak serius terhadap kehidupan manusia di bumi. Permasalahan menurunnya keanekaragaman hayati salah satunya disebabkan oleh rusaknya lapisan ozon. Lapisan ozon adalah lapisan yang terdapat di kulit bumi bagian Stratosfer dan terdiri dari molekul-molekul Ozon (O3) tetapi campuran molekul-molekul nitrogen yang muncul di atmosfer menjaga konsentrasi ozon relatif stabil. Lapisan ini berada pada ketinggian 15-60 km di atas permukaan bumi. Lapisan ozon berfungsi sebagai penghalang sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari. Sinar ultraviolet adalah sinar yang dipancarkan matahari dengan energi yang cukup tinggi.
Pada Tahun 1974, peneliti British Antartic survey mengumumkan lapisan pelindung bumi sudah mulai rusak akibat reaksi kimia CFC: Clorin (Cl)/Flour (F)/Carbon (C) dan Nitrogen (N). Setiap satu molekul CFC mampu menghancurkan hingga 100.000 molekul ozon. Ketiga atom ini termasuk atom yang memiliki jumlah elektron valensi yang relatif kurang stabil atau mudah terikat oleh atom lainnya. Saat CFC telah menyebar ke lapisan ozon dan sangat mudah dipecah dan kemudian bereaksi dengan ozon yang terbentuk dari tiga atom O (oksigen) yang juga akan terpecah bila ada daya tarik yang lebih kuat dari atom lain di luarnya. Reaksi kimia di antara atom-atom inilah yang akan menghasilkan molekul-molekul baru, mulai dari O2, O, CO, CO2, dan lain-lain. Jika O3 sudah terpecah, fungsinya sebagai filter radiasi matahari akan hilang.
Dalam satu dekade lapisan ozon semakin rusak 30-40%. Rusaknya ozon membuat sinar ultraviolet yang masuk ke purmukaan bumi semakin banyak hingga meningkatkan suhu bumi. Analisis NASA menyebutkan bahwa udara bumi semakin panas sejak adanya revolusi industri. Sejak tahun 1880-2000 suhu bumi naik 0,10 C sedangkan tahun 2000-2016 manusia sukses menaikkan suhu bumi hingga 10 C yang menyebabkan mencairnya es di kutub. Hal ini tentu membahayakan eksistensi satwa. Bagaimana jika naik 2%? Tentu akan menghilangkan 40% hutan hujan tropis yang akan berdampak pada menipisnya daya dukung lingkungan penunjang kehidupan satwa dan manusia.
Meningkatnya suhu bumi juga berdampak pada meningkatnya permukaan air laut dan terjadi pergeseran musim. Permukaan air laut diperkirakan akan naik 9-88 cm pada tahun 2100, yang akan berdampak negatif terhadap coastal ecosystem, seperti keberadaan hutan mangrove. Selain itu, dapat menyebabkan makhluk hidup untuk berpindah ke lintang yang lebih sejuk atau tempat yang lebih tinggi. Akan tetapi untuk makhluk tertentu yang hidup di pegunungan atau pulau, kemungkinan tidak bisa berpindah ke mana-mana lagi, yang dapat mengakibatkan kepunahan lebih dari sejuta spesies hewan pada tahun 2050. Hal ini tentu saja akan merugikan Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki julukan Megabiodiversity.
Hilangnya spesies mengakibatkan kemampuan fungsi ekosistem di daerah tersebut berkurang, yang berarti akan lebih banyak terjadi degradasi lahan, perubahan produktivitas pertanian, dan penurunan kualitas air yang digunakan oleh manusia.
(Umniyyatuz Zulfa - Nyctixalus 04)
Bumi Semakin Panas, Nasib Keanekaragaman Hayati Memelas?
Reviewed by Green Community
on
03.53.00
Rating:
Tidak ada komentar: